Mengerti kata "cukup" dari sebuah pulau

5/22/2017 11:03:00 AM tridiyanti's 0 Comments

Sabtu-Minggu kemarin ada yang berbeda,
tak ku habiskan untuk berjalan-jalan di deretan keramaian ibu kota.
Aku dan kelima lainnya memutuskan untuk bertamasya keliling pulau.
Tidung namanya.

Tiga jam perjalanan dengan kapan tradisional ala kadarnya.Tapi justru pembelajaran pertama dimulai.
Di kapan kecil berlantai dua ini, semua orang duduk di lantai dan kursi yang sama.
Tak peduli bagaimana senin - jumatmu, tapi yang pasti disini, tak ada yang peduli apa pangkatmu

Beberapa jam selanjutnya tiba di Pulau yang tak terlalu kecil, dan tak terlalu besar rupanya.
Berkeliling dengan sepeda berkeranjang depan.
Awalanya aku kira sepeda hanya berlaku untuk para pendatang, namun ternyata sepeda menjadi salah satu moda transportasi disini.
Ku kira, jalana kecil berukuran tak lebih dari 2 meter hanya ada pada jalan menuju pantai, tapi ternyata aku salah. Semua jalanan di pulau ini memang berukuran hampir sama. Hanya cukup untuk satu bentor (becak motor) dan satu sepeda, atau motor maksimal.
Yah, kalian benar... tak ada mobil disini, angkot, apalagi bus.

Pulau kecil dengan rasa cukup yang teramat besar.
Cukup dengan berjalan kaki
Cukup dengan sepeda-sepeda berlalu lalang
Cukup dengan motor jika kamu ingin pergi dengan segera
atau Cukup dengan bentor jika perlu membawa barang atau pergi bersama orang tua.
Semua serba cukup, tak meminta untuk lebih.
Mereka merasa cukup dengan segala yang ada di tempatnya.

Lalu, sejenak aku berfikir,
letaknya tak jauh dari Ibu kota hanya 3 jam dengan kapal tradisional atau 1,5 jam dengan kapal cepat
tapi cara hidup mereka yang teramat berbeda.
Tak anda ambisi untuk membuat rumah dengan puluahan miliyar, tak perlu bermimpi mempunyai kolam renang di belakang rumah, tak perlu berusah hati untuk mrmikirkan cicilan mobil, toh.. semua ini tak diperlukan di sini.

Bekerja yang baik selayaknya manusia harus bekerja
Berdoa yang baik sebalayaknya manusia diciptakan
Bersyukur dengan baik selayaknya manusia diwajibkan

Maka, terima kasih Tidung.
Tak hanya lautmu yang bening, cara hidupmu mun mencerahkan hati yang gunda gulana karna obsesi materi.



 Tidung 20-21 Mei 2017

0 komentar:

Bait-bait yang terlewatkan

5/03/2017 04:48:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Kemudian datang lagi.
Dengan telah melewati banyak hari
Banyak bulan
Banyak bait yang tak sempat ku tuangkan.
Mari merangkai kembali
dengan usaha untuk jujur pada setiap katanya.

Setelah rangkaian minggu-minggu berat, setelah terbiasa dengan ritme yang ku atur kembali, dan setelah melewati lembaran-lembaran kertas yang berakhir di meja juri.
Sampailah di mana keputusan harus diambil, pulang atau tetap di sini (yang sekarang menjadi di sana). 
Sempat terbersit akan dikunjungi oleh orang-orang tersayang, persiapan sudah menjadi siap. Hingga akhirnya berita itu datang, dimana rencana hanya menjadi wacana, dan tak pernah menjadi nyata. 
Maka, setelah pertimbangan yang terlalu berat untuk ku putuskan sendiri, maka aku bergerak  pulang dengan sendiri, dan sendirinya. Ditemani dengan tas ransel penuh sesak berisi barang rongsok yang ku paksakan masuk demi untuk berjaga-jaga menjadi obat jika tiba-tiba rindu akan kota itu datang. 

Maka di hari ke dua puluh dua di bulan ke delapan di tahun ke empat aku di negri itu, aku melangkah pulang. Pulang ke tempat yang mungkin seharusnya aku kembali setelah perjalanan panjang ini. 

Kepulangan menjadi hal yang aku rindukan. Untuk pertama kalinya melihat kembali kota itu. Kota dimana aku menghabiskan masa SMP dan SMA ku. Pulang menjadi hal yang terberat, namun melegakan. 
Dan akhirnya aku datang untuk pertama kalinya ke kedai kopi bernama pulang. Hasil karya dari manusia yang berprinsip bahwa semua harus pulang, termasuk dia, aku, dan orang-orang. Tapi sayang sungguh disayang, sesaat ketika tiba disana, aku tak merasakan aku pulang. Mungkin aku yang canggung melihat semua tak lagi sama ketika aku pulang. Terlalu banyak improvisasi sana sini hingga aku tak mengenali tempat ini, dan mereka yang ada dibaliknya. Yah aku tahu, sepertinya ini hanya rasa canggung sesaat. Atau mereka yang tak terbiasa melihat aku kini.

Kepulangan akhirnya mengantarkanku kembali ke tempat itu lagi, kampus yang nun jauh di sana. Dan untuk kedua kalinya dalam hidup aku menginjakan kaki di sana. Kali ini untuk melihat dia yang akhirnya berbahagia dengan toga wisuda. Ya, benar aku hanya melihatnya bukan menemuinya, karena itu mungkin yang terbaik, agar tak ada pihak-pihak yang harus merasa senang atau bersedih untuk itu. Maka cukup ku ucapkan melalu tanda yang kutinggalkan disana, dan doa yang sudah terbang ke atas sejak pagi datang. 

Setelah hari-hari pertama kedua, ketiga, keempat, aku kemudian memutuskan untuk menyusun hidup kembali. Mencoba peruntungan hidup di ibu kota. Dan ternyata ibu kota masih memeluk erat anak bungsunya. Aku mendapatkan rumah baru di satu bulan selanjutnya. Tempat dimana 9 jam perhari, 5 hari dalam seminggu aku berlabuh. Di jalan yang tersohor disetiap telinga penduduknya, M.H. Thamrin. kembali ke "rumah" lama, tempat aku pernah menimba ilmu mengenal Prancis. 

Bulan kesebelas di tahun lalu pun akhirnya datang lagi. 
Yang berbeda adalah, pada bulan ini aku tak meninggalkan apa-apa di blog ini, bahkan untuk mengucapkan : selamat menempuh umur baru. Biarlah semua aku simpan di kepala. tapi ternyata, ingatanku semakin melemah, takut jika sampai pada saatnya aku tak lagi bisa mengingat, maka kuputuskan menulis apa yang perlu diingat. Maka pada bait ini akan aku ceritakan sedikit : Pada hari ke tiga belas di bulan ini, ternyata aku tidak di negeriku sendiri. Angin tugas membawa ku untuk ke negeri sebrang, yang katanya metropolitan dan maju bukan main. Terbang bersama sahabat baik sekaligus tetangga baik beserta keluarga. Melewati malam 13 dengan berjalan di sepanjang pinggir sungai, tanpa perayaan, cukup doa dari hati masing-masing. Maka begitulah tanggal 13 itu berlalu. Tak banyak yang istimewa, jauh lebih sendiri dari pada di perantauan. Tapi tak terlalu pahit untuk dikatakan pahit.

Maka, mari kita masuk ke bait selanjutnya, bulan terakhir, bulan penentu. 

(tapi mari kita lanjutkan hari esok.. karna aku harus sudah meninggalkan tempat ini..) 

Maka tahun terberat dalam hidup pun akan segera berakhir, Mengakumulasikan apa saja yang pernah dilewati. Tahun terpanjang dalam hidup, tahun jungkir balik, dan tahun mengikhlaskan.
Tapi siapa disangka, di akhir tahun justru kuntum bunga itu mekar kembali. Sapaan singkat mengawalinya. Obrolan ringan makan siang dan jalan menuju rumah, Namun ternyata itu hanya cukup menjadi pemanis akhir tahun saja. Karena pada bulan pertama di tahun baru, semua menjadi baru. Termasuk semua yang ala kadarnya ini, namun cukup manis untuk membuat tersenyum. Maka terima kasih sudah sempat singgah walau sebentar.

Selamat tahun baru !
Semoga dua ribu tujuh belas semakin tahu arah tujuan di hidup yang baru.
Malam pergantian tahun berlalu di kota sungai, malam sebelumnya terlalu bising untuk meributkan hal-hal tentang ego. Maka di awal ini, ku putuskan untuk membuatnya menjadi baik-baik saja. Datang ke kedai kopi itu kembali, bercampur bersama mereka yang setengahnya tak benar-benar aku kenal. Menghabiskan beberapa menit pertama hanya dengan duduk di kursi bertemankan ponsel dan kabel pengisi batrainya, terlihat sibuk walau itu hanya upaya menyibukan diri. Dan puluhan menit selanjutkan ku habiskan dengan menengadahkan kepala pada langit yang betaburan cahaya api warna-warni. Bersyukur lokasinya yang tak jauh dari hotel yang hingar bingar, maka aku ikut merasakan kemeriahan yang ada di atas sana. kilatan cahaya yang lama-lama menghilang di langit malam menyisakan asap. menguap dan pergi. Seperti percakapan kami yang ikut menguap pergi terlalu jauh, kemudian menghilang sama sekali. Maka ini kembang api pertamaku setelah pulang, dan pertama bersama mereka dan dia.

Maka bulan kedua yang katanya bulan penuh kasing sayang, ku lewati begitu saja tanpa hal-hal yang terlalu penting untuk diingat. Hanya sedikit catatan kecil, menerima sapaan dari yang asing "Hy" ujarnya kali pertama.

Dreams come true. Ini bait yang paling tak sabar ku ceritakan. Sekian lama mengagumi mereka lewat musik dan lirik yang kerap kali tertinggal di kepala, akhirnya bisa merasakan langsung gegap gempitanya ruangan itu disihir oleh lantunan mereka. Coldplay di akhir bulan ketiga. Pergi ke negeri dengan patung singa putih bersama dia yang selalu membahagiakan, dan selalu meninggalkan rasa kesal setelahnya. tapi itulah dia, pahit dan manis di gelas yang sama, panas dan dingin bercampur, affogato.

Maka perbatasan bait ke tiga dan ke empat di tahun ini menyenangkan, dan mengesalkan pastinya.
Tempat itu bukan kali pertamanya aku singgah. Namun, menjadi tour guide untuknya sudah kubayangkan sejak sebelum benar-benar pulang ke negeri. Menunjukan tempat yang pernah aku kunjungi sendirian di malam terakhir di negeri itu tahun lalu. Menceritakan beberapa hal yang belum sempat ku kabarkan. Aku merasa menjadi pilot untuk perjalana ini, tapi tetap merasa punya nahkoda yang dapat ku andalkan. Dan ibu kota terasa berbeda di bulan ini. Untuk pertama kalinya ada yang menungguku pulang, sekaligus menjemput. Maka aku berterima kasih untuk hal-hal baik, dan pada yang buruk namun tetap terasa baik.

Maka inilah bait-bait yang terlewatkan dan tak sempat aku sampaikan. Ku ceritakan kembali pada singkatnya kata dan samarnya arti. Hati-hati untuk mengartikan banyak ketidak pastian. Maka lebih baik bertanya dari pada sesat di jalan.

Terima kasih untuk manusia-manusia baik yang hilir mudik dibanyaknya waktu bersama.
Semoga pertemuan, perjumpaan, percakapan, dan semua yang pernah ada dapat berkesan walau tak begitu berkilauan.

Selamat pagi baik ke lima ! bersahabatlah














0 komentar: