Because you are not enough

1/12/2016 08:24:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Pagi itu rasanya masih seperti mimpi. Semunya berubah dratis, jauh berbalik seperti pagi ku yang biasa. Senin pagiku pada umumnya. Rasanya aku tak sanggup memulai hari ini, apalagi memulai minggu ini. Dada ku yang masih terasa amat sesak, dan tubuh ini yang belum sepenuhnya pulih, membuat selimut merahku serasa enggan terangkat. 

Adik kelas SMA ku yang kebetulan sedang menginap disini sudah rapi dengan barang dan perlengkapnnya. Yah, hari ini hari terakhir dia di Paris, tinggal menghitung hari ia akan terbang ke Indonesia, meninggalkan negeri napoleon untuk melanjutkan tugas kuliahnya. Adik kelas SMA ku yang pertama yang akhirnya tahu bahwa kakak kelasnya ini, yang mungkin dianggap kuat dan tegar, ternyata bisa tumbang juga. Malu rasanya terlihat jatuh. Dan Malu karna sejak ia disini, aku tak sempat menemaninya berpamitan pada menara cantik yg di sebut Eiffel itu. Hari pertama dia akan pergi menikmati Paris, justru menjadi hari permana aku kejatuhan bom atom. Dan ia harus rela menikmati paris tanpa aku. Maaf kan adik kecilku. 

Tapi pagi itu, rasanya terlalu jahat jika aku membiarkan ia pergi ke stasiun bus sendirian dengan barang yang beranak pinak. Jadi kuputuskan untuk keluar rumah ! yah setidaknya walau tak lama, yang penting ak bisa menghirup udara segara. Setidaknya aku harus sadar, bahwa apapun yang terjadi, metro akan tetap saja padat, jalanan akan tetap saja macet. Lalu, kenapa aku harus terus bersembunyi di bawah selimut itu ? 

Jam masih menunjukan pukul 1 siang ketika aku tiba di rumah lagi, perut yang sejak kemarin tak terisi membuat aku harus bergerak ke dapur mencari apa pun yang bisa aku sempalkan di perut agar para cacing tak semakin ribut. 2 potong pizza hut sisa kemarin siang meluncur dengan cepat. Dan kebetulan sekali, teman lama datang menyapa. 

Teman baik yang lama tak ku sapa, lekaki dengan dua A dan satu S di akhir. Aku teringat kejadian beberapa tahun lalu ketika untuk pertama kalinya aku patah hati. Teman baik itulah yang membantu menyadarkan aku dari terpuruknya rasa terbuang. Logika-logika dari sisi lelaki memang sangat amat berguna untuk menyadarkan kita dari prasaan menye-menye. 

Dan entah kenapa, rasanya aku ingin sekali bercerita lagi dengannya. Ku putuskan untuk menanyakan kabarnya, dan apakah dia sedang sibuk. Binggo ! ternyata dia bersedia mendengarkan ceritaku yang panjang itu.. 

"SELESAI hahahha" ujarku mengakhiri cerita 

"Mau aku jadi komentator apa pendengar yang baik?" tanyanya. 

"komentator dong"

"I think you are stupid" 

"hahahhahha" itu kata pertama yang aku respon atas kalimat terakhir 
"kok :(" lanjutku.

"really stupid"
.....
percakapanpun semakin panjang, komentarnya tajam dan tepat, ku rasa.
Tapi ada kalimat yang akhirnya benar-benar menyadarkanku

"... tapi kamu gak cukup bagi dia"
"Because you are not enough".

***

Yah ! that's the point ! sejak kalimat itu aku baca, aku baru tersadar, ini kata-kata yang selama ini aku cari untuk meyakinkan aku. 

Awalnya mungkin kami sama-sama curang dan sama-sama bermain. Sama-sama memanfaatkan waktu yang ada. Ada dia di hidupku, tapi aku masih sibuk mencari sana sini, mencari yang aku butuhkan. Begitu pula dengannya. Ada aku yg menemaninya, tapi ia masih saja mencari apa yang ia mau. Dan awalnya kita tak mempermasalahkan itu, dan aku menyadari bahwa pada akhirnya nanti kita akan sama-sama menemukan apa yang kita cari. 

Tapi perjalananku menjahui kota yang disebut romantis bagi kebanyakan orang, di libur pergantian tahun justru membuat aku tersadar. Jauh dari tempat aku tinggal, dengan keadaan yg serba terbatas, dengan kesibukan aku menikmati liburan, awalnya aku kira disana aku akan menemukan seseorang yg aku rasa cukup. Dan aku akan tahu sepenting apakah orang-orang disekitarku saat ini, karna kata orang, kita akan sadar seberapa penting orang itu jika kita sudah kehilangannya.

Dan benar saja, aku mendapatkan pelajaran penting. Salah satunya aku menyadari, bahwa melewati hari penting seperti tahun baru memang lebih terasa manis jika kau lewati bersama orang-orang yang kalian sayangi. Dan bersama mereka yang kau anggap keluarga, lebih akan berkesan walau tanpa kembang api, tanpa pesta yang luar biasa. Hanya dengan berkumpul bersama, melewati pergantian tahun bersama, ku rasa itu lebih dari cukup. Dan sayangnya aku baru sadar setelah melewati moment itu. Tapi akan aku pastikan, tahun-tahun selanjutnya, aku akan melewati tahun baru bersama mereka, keluarga. Une famille. 

Dan dari perjalanku itu, aku juga baru menyadari, bahwa hidupku setahun yang lalu sudah cukup. Aku tak perlu menambahkan orang baru, atau tak perlu mengganti atau mencari lagi. Aku rasa dengan ritme hidupku yang lalu, akan sudah merasa baik-baik saja, dan sangat baik bahkan. Untuk apa aku harus lelah mencari dan mengejar sana sini jika sesungguhnya semua sudah seperti yang aku inginkan. Bahagia dan selalu punya tempat untuk pulang. 

Beberapa hari sebelum kepulanganku, aku sudah mulai memberanikan diri menunjukan siapa aku dan siapa orang-orang di samping aku. Bahkan aku berani menelfonya saat teman-teman lain sedang berkumpul. Rasanya aku tak ingin melewati seharipun tanpa suara dan kabar darinya. Aku rela membatalkan janji pergi siang itu untuk mendengar ceritanya dan malanjutkan pempicaraan yg baru berakhir setelah 3jam 20 menit.

Dan disitulah titik balik cerita ini, dan disinilah waktu yang tak berpihak. Disaat aku merasa "cukup" dengan dia dan dengan keadaanku yang kemarin, disaat yang bersamaan pula dia menemukan yang ia cari. Seseorang yang ia rasa "cukup" untuknya. Tapi sayangnya orang itu bukan aku. 

***
........
"sekarang pikiran aku bener-bener terbuka ! dan aku udah bisa menjabarkan dengan baik apa yang terjadi sebenarnya. Makasih ya !!!"

Yah, sore itu menjadi seperti obat paling mujarab yang pernah aku minum. Seperti keajaiban, entah kenapa rasa sesak yang sebelumnya menyelimuti sudah berangsur-angsur pergi. Rasanya aku terlahir kembali, dengan pikiran yg lebih jernih dan perasaan yang jauh, jauh lebih tenang.

***
Dan pagi sebelum kutulis cerita ini, banyak pesan masuk di handphone ku, tak ku sangka salah satu diantaranya, ada dia. 

Oh, ucapan terima kasih karna post card ku sudah sampai. 

Dan entah kenapa aku membalasnya dengan prasaan biasa saja, tak ada lagi rasa kesal atau emosi saat membaca dan membalasnya. Semua seakan kembali pada percakapan pertama kami di bulan agustus atau september 2014 lalu, ringan dan biasa saja. 

Teruntuk teman baikku, lekaki dengan dua A dan satu S di akhir. Terima kasih banyak atas bantuannya selama ini. Logika-logikamu memang tepat sasaran, berlandaskan dan sangat beralasan. Terima kasih untuk kapsul mujarabnya. Jika siang itu kamu tak hadir, mungkin langit masih akan mendung. 

Dan untukmu partner terbaik sepanjang masa. Aku baru menyadari, kamu memang partner yang baik. Terbaik yang pernah aku temui. Dan sekarang aku tersadar, benar katamu, kita memang seharusnya akan selalu menjadi partner yang baik. Tidak kurang dan tidak lebih.

0 komentar:

Ujung dari sebuah perjalanan

1/11/2016 06:52:00 AM tridiyanti's 2 Comments

Ini sebuah cerita cinta klasik pada umumnya. Mungkin bagi mereka ini terlalu drama, tapi tau kah jika cerita ini pernah ada pada waktunya.

IA baru saja membuka lembar baru di jendela laptopnya. Satu alamat yang ia sangat hafal keluar dari jari jemarinya. Sebuah layanan blog yang tak asing lagi baginya. Hari ini dari kedua setelah percakapan itu. dan Ia berniat mengabadikannya dalam sebuah tulisan agar kenangan itu tak benar-benar hilang. Tapi hal yang lebih mengagetkan, ia menemukan satu draft yang tak sempat di publish, bahkan belum sempat ditulis. Hanya judulnya saja "Best Relationship Ever", dibuat pada 14 Desember tahun lalu, bahkan belum genap sebulan lalu. Ia sadar, pada hari itu ia akan menceritakan betapa indahnya jalan yang sedang iya lewati saat ini, bersamanya. Tapi hari ini, cerita berganti. 

"aku mau cerita, terus kamu jangan marah ya kalau aku baru cerita hal ini ke kamu" ujar yang disebrang sana.

"kok aku jadi takut" ia pun membalasnya

"ya udah gak jadilah kalo kamu takut"

"iya gpp deh :" hahhah iyaalah gpp, dari pada aku mati penasaran hahha"

"zzzz"

"mau nelfon atau gimana ?" ia menawarka diri

"chat aja lah" balasnya.

"aku tuh mau cerita kalau aku udah deket banget sama si mbak. Dan udah pergi tiga kali an dan dia terus yang ngajak aku". Lanjut balasnya.

Tepat pukul 11:06 senyum ia mulai memudar, tangannya mulai bergetar. Dan saat itulah awal perjalanan ini akan berakhir.

***
Dia lelaki dengan satu I di tengah dan A sebelum akhir, 5 lainnya bentuk konsonan, semuanya menjadi 7 huruf yang mengikat sebuah nama. Tapi tak perlu kau sebutkan dengan lantang. 

Ia mengenal dia sudah cukup lama, ketika mereka sama-sama masih berseragam abu-abu, tapi bukan satu almamater. Tapi mereka mengenal lebih dekat sudah lebih dari satu tahun belakangan ini. Tak pernah ada yang benar-benar ingat awal mulanya, yang ia tahu, dia adalah teman bercerita yang baik. Lelucon mereka sama, dan ia bisa menjadi ia yang sebenarnya tanpa harus peduli apa kata orang. 

Bercerita dengan dia membuat ia lupa waktu, jari-jemarinya yang mulai letih bukan menjadi alasan untuk menghentikan pembicaraan yang sebenarnya tak penting-penting amat jika di baca kembali. Ia sering kali merasa bosan dan kantuk sata di kelas. Untungnya waktu yang membedakan mereka membuat dia bisa menemani ia melawan kantuknya. Ketika jemari lelah menari di keyboard gadget, masih ada cara lain untuk sekedar bercakap. 1 jam, 2 jam, 3 jam, 8 jam pun pernah. Dari bangun, tidur, sampai bangun lagi, telfon itu masih saja menyambungkan dua manusia yang terpisah jarak dan waktu. Tapi bagi mereka itu bukan menjadi masalah yang besar. Awalnya. 

Mereka tidak mencari, tapi waktu yang mempertemukan. 

Dan pada saatnya, pertemuan mereka manjadi lebih nyata. Ia bisa melihat fisiknya secara langsung. Matanya, tingginya yang semakin semampai, tubuhnya yang masih saja menggunakan size S atau terkadang M. Dan suaranya yang masih sama ketika teknologi masih menjadi menyambung. 
Tak lama ia bertemu dengannya, tapi cukup untuk membuat tahun ini menjadi lebih berwarna.

***

"Jadi kamu udah berfikir bakal jalan lebih deket sama mbak?" 

"Iya, karna dia tuh tau semua tentang aku sekarang. dia bla bla bla bla bla..." 

"Mbak dan aku bedanya apa?"

"Bedanya kamu disana, dia disni. itu aja kok"

Dan kalimat pengakhir itu yang membuat ia benar-benar merasa terasingkan. Akhirnya setelah lebih dari 365 hari bersama, jarak pun menjadi penentu siapa yang pantas dan siapa yang tersisihkan.

Dia mendefinisikan gadis itu sesempurna mungkin. 
Yah, Mbak, gadis cantik berkerudung itu memang nyaris sempurna. Matanya bulat cantik, kulitnya putih bersih, berat tubuhnya proporsional dengan tingginya, dan satu lagi, dia pintar. Namanya sudah memiliki gelar resmi. Tak seperti ia, yang jalan hidupnya entah masih harus kemana. 

.........
"Aku gak bakal gantiin kamu kok, aku bakal tetap seperti ini dan seperti biasanya, tapi kalau bagi kamu sulit "diantara" yasudah aku gak akan maksain, yang mana bagi kamu bahagia aja". 

(Mungkin) dengan lantang dia menjawab itu, menyimpulkan percakapan panjang ini. Tanpa penolakan, tanpa penahanan, tanpa defense yang kuat, dia melepas ia untuk pergi. Dan ia memang sewajarnya harus pergi. 

Ia tak mengerti mengapa kemudian air matanya mendesak untuk keluar, dan tak terbendung lagi. pecah sejadi-jadinya. Berjam-jam kemudian, ia masih sibuk mengurusi air matanya yang tak jua bisa diajak kompromi. Membiarkannya terbuang dan meresap disela-sela permukaan bantal itu. Hanya bisa bersembunyi dibalik selimut dan berlindung dari demam yang bahkan belum juga usai.


***

Sebuah hubungan yang sempurna. Tak perlu tahu tentang rasa yang ada, tak peduli bagaimana bentuk dan namanya, yang pasti ini menguntungkan dan saling membahagiakan. Selalu punya tempat untuk "pulang". Selalu ada sela untuk bermanja-manja di akhir pekan, selalu ada waktu yang bisa ditemukan untuk saling mengisi. Tanpa tahu akan kemana ini berjalan, akan sampai kapan dan bagaimana mengakhirinya, atau mungkin memulainya. 

Tapi hal itu justru berubah dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Ia baru saja merasa bersyukur dan di pertemukan dengan lelaki dengan satu I di tengah dan A sebelum akhir. Perjalanan panjangnya beberapa hari mencari sebuah kepastian, berujung pada jawaban untuk bersyukur dan tak meninggalkan. Tapi telat. Dia sudah terganti. 

***


Setelah berjam-jam ia habiskan untuk menyesali waktu yang berjalan begitu cepat, untuk cinta yang datang pada mereka di waktu yang tak tepat, untuk banyak kenangan yang berjalan perlahan melewati hari itu, dan untuk sebuah ketidak jujuran yang menjadi musuh. Ia tahu jika akhir perjalanan indah ini memang akan seperti ini, tapi tak menyangka akan semiris ini. Tak menyangkan bumbu ketidak jujuran harus tumpah diantaranya, kenapa semua harus menghilang di waktu yang bersmaan. Ia tersedu setelah bertahun-tahun tak pernah sekeras ini. Menyesali kenapa lagi-lagi ia terperangkap di rasa takut yang terlalu besar. 

Ia pernah bilang pada seseorang, bahwa sejak beberapa tahun lalu, ia selalu takut menghadapi pergantian tahun. Ia takut apakah tahun selanjutkan akan lebih baik atau sebaliknya. Terlebih dari itu, di awal tahun ia selalu mendapati ada yang hilang. dan ia terlalu takut untuk kehilangan lagi. Mungkin hanya tahun kemarin ia melewati bulan pertama di awal tahun dengan senyum bahagia dan puas. Tanpa sedih, justru januari melenggang dengan indah.  Lain hal nya dengan tahun ini. Dan benar saja, hal yang ia takutkan tahun ini benar terjadi. Kehilangan datang lagi dibulan yang sama. 

Dan malam ini, dari seorang teman ia menemukan sebuah cerpen cantik berjudul "Dijual : rumah dua lantai beserta seluruh kenangan di dalamnya". 

Dan dari lubuk hati yang terdalam, ia juga ingin menjual semua waktu dan kenangan yang dia tanamkan.

Dan pada akhirnya ia tahu, ini lah ujung perjalanan itu. Berkahir manis, untuk dia.

2 komentar: