Meja Hijau Pertama

12/21/2017 05:02:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Tuan,
Akhirnya hari yang tak pernah ingin ku alami terjadi juga.
Hari itu, meja hijau pertamaku, dan dia, dan manusia itu.

Tuan,
Untuk pertama kalinya lagi setelah mendung, hujan dan badai pada puluhan purnama, aku melihat manusia itu lagi.
harusnya tak boleh memendam rasa amarah berkelanjutan.
Namun rasanya dadaku memanas, sesak akan udara penat yang tercipta dari sekelilingnya.

terakhir kali aku melihatnya masih menjadi sosok dengan dua kepribadian yang bebeda.
penuh dengan senyum.
walau ternyata itu palsu.
dan ia buas.

Tuan,
Mendekati hari itu, tidurku tak tenang. gelisah sepanjangan.
Aku bingung mendeskripsikannya.
Membaginya pun tak kuasa.
Entah harus kubagi dengan siapa.

Tuan,
Tepat pada malam sebelum pagi itu, perutku mulas sekali.
mulas tanpa sebab, obat pun ku rasa tak akan mempan.
rasanya ingin ku memutar nomor telfon mu lalu memuntahkan semuanya padamu.
Tapi aku ingat, mungkin kau tak terarik lagi dengan masalahku.
atau tak terarik lagi dengan hidupku
dan semua pernak-perniknya.

Tuan,
Menjadikanmu tempat sampahku, tak pernah aku sesali.
Hanya saja, kenapa harus kehilangan
menghilang
hilang
pergi
atau sengaja pergi
Tuhan terlalu baik,
padaku ?
atau padamu ?

Tuan,
Tapi pada akhirnya aku memiliki kekuatan shailormoon .
Di pagi yang tak pernah kuharapkan itu.
Aku bisa mengontrol semua emosiku.
ku kerahkan dengan amat sangat baik.
Dan aku berhasil !
buktinya manusia iu tidak berakhir di rumah sakit bukan ?

Tuan,
ternyata aku benar-benar sadar.
Dengan atau tanpamu, pagi akan tetap datang.
hidup akan terus berjalan.
dan aku bisa melewatinya dengan baik. ku harap begitu.
Dan sakit perutku dapat reda tanpa suaramu.

Maka Tuan,
selamat berbahagialah.
dan Manusia itu pula. segera enyahlah dari sekitar kami.
Karenanya, rusak susu sebelanga.

0 komentar:

11/27/2017 05:40:00 PM tridiyanti's 0 Comments

KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA DIA RUMAH KU KIRA DIA RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KAU RUMAH KU KIRA KITA AKAN MENJADI RUMAH. Ternyata bukan.

0 komentar:

Rasanya Pulang

11/15/2017 09:55:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Dan agar ingatanku terus ada untuk hari yang baik kala itu, maka akan ku bagi dalam sebuah rentetan baik yang pastinya akan teramat panjang. Andai semua titik baik dapat diceritakan dengan baik, maka   hingga kedai ini berberes untuk menyelesaikan tugas ini pun, bait ini tak akan selesai begitu saja.

Maka nikmatilah setiap waktu yang kau lewati. 

Rasanya pulang memang membahagiakan ternyata. Asalkan kita pulang pada tempat dan waktu yang tepat. Dan satu pesanku yang harus kalian ingat, turunkan ekspektasimu.. maka bahagialah engkau. 

ritme ketiga belas dibait kesebelas akhirnya datang pula. 
Kali ini aku melewatinya di tanah kelahiran. Yah, benar-benar lahir. Karena aku lahir di tanah Jakarta yang padat akan segala kepadatannya. Dan disinilah aku melewatinya. Setelah lebih lama dari bang toyib yang dicari-cari semua orang, akhirnya aku pulang. Menerima dan melewati semuanya dengan sekuat tenaga. Indonesia, yang selalu bersyukur atas tumpah ruahnya.



Malam itu sibuku untuk bersiap tidur. Cukup larut memang, karna malamnya kulewatkan dengan menonton pertunjukan bersama rekan. Teman kecil menjadi yang pertama menyapa, mengucapkan selamat di hari baik, bersama dengan doa-doa baik diikutinya. Terima kasih Almas, manusia insomnia dan gila akan game, gila pula dengan koding dan teman-temannya. 00:06 masih terlalu sore untukmu kan ? 

Entahlah, terlalu mimbingungkan untuk bagian ini. Sesungghunya teman kecilku satu lagi telah menitipkan seonggok benda kecil sejak minggu malam. Maka sebelumnya, kubuka pembungkus ungunya pada menit pertama. Bersini tas pink cantik yang katanya dipersiapkan untuk menemani perjalannku nantinya. Galuh kecil memang seperti ini, memberikan sesuatu yang aku butuhkan tanpa kuminta. Maka Galuh baik, terimalah persembahan dari hati ini :)

Pada barisan kedua, terima kasih untuk teman baru. 00:23 terlalu buruk. Banyak terima kasih untuk Alit, manusia baru yang terasa lama. Tak beremu memang hari itu, walau kita berada ditanah yang sama. Maka begitu saja bait ini untukmu dihari ini. Hari esoknya mungkin akan kuceritakan pada lembar yang lain. Karna lembar ini khusus untuk halaman ketiga belas. Maafkan. Namun terimakasih teramat banyak untuk hari esoknya. Dan hari ini, yang datang menemani saatku tulis cerita kali ini. 

Barisan ketiga... ini muar biasa ! pesan singkat digroup keluarga dari mama sungguh mengharukan. Entah mama ingat berkat siapa, atau mungkin mama sedang ingat pada tahun ini, karena biasanyaaa pada hari baik untuknya saja ia lupa. Ingat beberapa tahun yang lalu ketika kecil masih menjadi bagian dari hidupku, dihari baikku mama justru pergi meninggalkan kota tempatku tinggal saat itu, namum sepucuk surat ditinggalkannya dimeja belajarku. Subuh datang, dan kubaca dengan seksama. Perlahan tapi pasti, sesak didada mulai menjalar... 
Dan seperti yang kuingat isi surat tersebut... aku memang sudah besar kini. Jauh lebih besar dari saat itu. Sama seperti mama, rasanya baru kemarin mama memelukku dengan erat disetiap perjalanan pergi dengan mobil, karna aku pemabuk yang manja. Dan kini, inilah aku. Tak lagi mabuk darat, bahkan aku bersahabat dengan jalanan. Tapi, rasa sayang ini terlalu dalam. Dan akan terus bertumbuh selayaknya anak terkecilmu ini. 

Sayangnya.. ingatanku mulai sangat-sangat memburuk. Setelah baris keempat disiini oleh Nanda, sahabt kecilku sejak belasan tahun yang lalu.. aku tak lagi bisa mengingat selanjutnya. Mungkin kak Shevia si kakak kesayangan, atau mungkin orang lain ? 

Dan pagi masih menghantui, terbangun karna suara bell yang tak kunjung berhenti. Dengan agak tergesa aku berlari ke arah pintu. Dan menemukan Rani di depan pintu dengan hokaido ditangan, tak lupa lilin yang sudah menyala. Gadis iini, terlalu mengejutkan ! karna setahuku ia masih di Semarang! kenapa ada di depan pintu ? 
Dan seminggu ini adalah bagian dari sekenario terbaiknya. Ia beralibi di Semarang, padahal telah selinggu ia di Jakarta. Rani, selamat kamu sukses !


Yah begitulah.... ada banyak barisan yang terisi, 5, 6,7,8,9 dan seterusnya. 
Tak sebanyak jika sosial media memunculkan beritanya memang. Karna semakin besar, bukan sekedar selamat yang aku butuhkan. Tak perlu lagi sebanyak apa orang memberimu rasa selamat karna tidak sengaja, namun... mereka yang mengingatnya dengan baik, mereka yang mengusahakan dengan niat, dan mereka yang memberikan waktumu dengan ikhlas.. itulah hal-hal terbaik di hari baik. 

Tak ku sangka, ini rasanya pulang. dikelilingi semakin banyak orang yang sayang. Dan aku teramat bersyukur, ternyata mereka sayang dengan teramat baik. Terlalu bahagia untukku. 

Kolega kerja terbaik sepanjang masa. 
Tak pernah ada kata menyesal untukku hadir ditengah-tengah mereka yang teramat luar biasa. Yang membagi rasa cintanya dengan teramat baik. Yang menunjukan rasa sayangnya teramat putih. 

Untuk kak Shevia... 
Kakak terbaik sepanjang masa. Selain Kakak dan Mas ku dirumah, Kak Shevia adalah salah satu jenis kakak yang teramat sayang untuk dilewatkan. Maka dengan baiknya, ia ciptakan keinginanku untuk punya kue bahagia berbahan dasar mie goreng. sesuatu yang aku inginkan sejak awal tahun :D 
Dan kejutan terbaik hari ini masih berlanjut. 
Untuk Bos baik, untuk partnert kerja tersayang Mbak Editha, Mama Anisa, si manis Shofa, Mas Ryan, manusia Poubelle Pemi, Princess Arini, dan Mbak cantik Arian, Kakak dewasa Cathrine. Kalian Luar biasa ! 
Teruntuk "Kami yang sayang kamu" ; Editha, Bimo, Sabrina, Shofa, Arini, Pemi dan Helen. Tas hitam yang menjadi buah sayang kalian telah kuterima dengan baik. Dan teramat baik. 
Tar pernah kubayangkan hari itu sebahagia ini. Teramat bahagia. Sungguh.






Selanjutnya, malampun menjelang. 
Ku juga memberikan hadiah untuk hari ini. Sengaja kupilih pertunjukan dihari ini, agar tak terlalu terasa sepi jika akhirnya memang harus kelewati dengan biasa-biasa saja. Maka, pilihan untuk membuat diri sibuk adalah hal terbaik. Maka bersama Giselle, Fikri dan teman Fikri kami memasuki ruang pertunjukan dengan harapan melihat hal yang menghibur untuk malam yang baru saja diguyur berkat.


Dan ku juga telah mengantongi kata selamat dari Fikri dan teman Fikri. bonus dengan kotak kecil bersampul batik yang dititipkannya untuk hati ini. Lebih tepatnya barang itu telah menjadi miliku kini. ternyata berisi CD Sheila on7 yang entah ia masih menemukannya dimana. Terima kasih teman baru ! 

Dan belum genap setengah sekenario pentas itu dimaikan, Kodok menelfonku ditengah acara, "Aku di TIM. Kalau dalam limat menit ga keluar, kami pulang". 
Maka tanpa berfikir panjang, ku putuskan untuk keluar dan mencarinya. Tepat di depan XXI seperti yang kami janjikan. Dari belakang, aku dikagetkan dengan sekotak donat JCO kesukaan. Kodok dan Debby yang entah bagaimana bisa menjadi sangat niat hari itu. 
Dan begitulah mereka menutup hariku dengan teramat baik. 

Usut punya usut.. sejak sore hari Debby memutuskan untuk mengajak kodok menemui ku, setelah percakapan singkat, maka mereka memutuskan untuk menunda pertemuan. Debby sudah diperjalanan kembali ke kosaan saat itu, ketika akhirnya Kodok memutuskan untuk menemuiku juga malam ini. Dan dengan sisa semangat yang masih tersisa.. Debby kembali memutar arah. Berhenti pada halte terdepan dan mengambil jalur sebaliknya. Tak lupa menyempatkan membeli JCO beserta lilin dan korek api. Dan begitulah perjalanan panjang mereka malam itu.




Tuhan... 
Teramat banyak nikmat yang engkau berikan untuk hari itu. Teramat cukup untukku. 
Engkau masih menunjukkanku mereka-mereka yang rela memberikan waktu-waktunya untuku diwaktu yang sempit ini. Mereka yang merelakan waktunya untuk menyiapkan banyak hal untuk hari itu. Dan mereka yang tersisa diantara banyaknya nama yang ada. 

Kalian yang aku syukuri, 
terimalah rasa sayangku teramat tulus ini untuk semua yang telah kalian usahakan dihari ini maupun dihari esok dan esoknya lagi. Sebuah bentuk rasa syukur untuk kehadiranku dibagian hidup kalian. 
Dan rasa syukurku dipertemukan dengan kalian yang tersisa :) 
Aku berhutang bahagia yang teramat banyak pada kalian. 

Oh. Separti ini rasanya pulang diwaktu yang tepat. 
Sudah teramat lama rasanya aku melewatkannya. 

Walau... ada yang kurang. 
Kemana Amal ? 
terlalu sibukkah ia dengan hidupnya yang baru ? 
Kemana Fauzan ?
melupakan tanggal bahagia kita yang hanya berbeda 6 hari ? 
Tak apa, mungkin itulah adanya, mungkin tak seburuk fikiran. Berbaik sangkalah. 

Namun tetap ku syukuiri 24 jam terbaik pada tahun ini :)

Selamat menjalani hidup baru Indah :)
Setengah abad ! Harus semakin baik dan baik dan baik lagi 
semoga doa yang pernah ada segera didengat Allah 
Semoga akan terus bahagia disetiap langkah. 

Langkah kedepan akan terasa lebih berat. Aku tahu, teramat berat aku lewati. 
Tanpa mata, telinga, kaki dan tangan yang sama lagi. 
Harus kuterima, karna memang bukan miliku selama ini, hanya kupinjam dan harus segera ku kembalikan kepada yang akan benar-benar memilikimu. 

Maka, 
Kuatlah !











0 komentar:

Bait-bait yang terlewatkan (2)

9/21/2017 06:25:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Bait kelima pun terisi penuh. 
Sepenuh rasa yang tak sempat tertulis dengan baik.
Setelah begantinya bait keempat, rasa rindu memuncak keubun-ubun.
Maka dipertengahan bait kelima aku putuskan untuk bertemu. 
Namun tak banyak yang kudapatkan. Seperti biasa, pulang dengan dadak yang sesak dengan banyak nya cerita yang teroreh sepanjang hari. 
1 hari tak lebih dari 24 jam, niat bertemu berakhir dengan rasa ikhlas dan sabar yang masih lagi-lagi harus teruji. 
Dan dibait kelima, sebuah sistem baru ditemukan. Bertemu manusia dari antah berantah ternyata tak selamanya buruk. 

Bait pertengahan mulai masuk perlahan. 
Terkejutkan dengan hal yang tak pernah disangka. "The best person i ever have". Kalimat yang tak pernah terfikirkan akan masuk ketelinga ini. 
Baiklah, sebuah signal terang datang. Dan sepertinya harus benar-benar disadari dengan baik. 
Taukah jika hari itu buruk untuku. Salah satu terbutuk sepanjang sejarah. 
Bagaimana rasa kecewa bercampur untuk hal yang tak bisa dijelaskan dengan kalimat. 
Bukankah aku pernah berkata, mohon untuk mengindahkan apa yang aku sampaikan. Kalimatku bukan hanya pemanis. Jika untukmu kata tidak berarti tidak, maka mengapa kata tidak untukku tak kau indahkan pula. 
Jadi itu yang menurutmu yang terbaik ? disaat orang disekeliling tanpa ku minta menceritakan apa yang sebenarnya tak perlu aku tahu ? mengapa yang engaku definisikan berbeda dengan apa yang mereka definisikan ? Dan lagi-lagi kondisi kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. 

Tapi setidaknya dibait keenam aku bertemu dengan banyak hal. Cara bertemu manusia asing yang tak pernah ku sangka. di kedai fastfood berwarna kuning, menghabiskan sebagian malam dengan bercerita. Dia yang ternyata telah pernah mencoba, namun gagal dengan cara yang teramat buruk. Turut bersedih untuk itu. Tapi maaf, bukan maksud untuk tidak menerima keadaanmu, namun cara kita berjalan dan menjalani hidup tak sama. Apakah kita masih berteman ?

Bait ketujuh semakin ramai hiruk pikuk cerita orang asing dan banyak hal asing yak tak pernah ku duga sebelumnya. Pertemanan yang semakin teman ? berbedaan antara caramu berterima kasih pada tuhanmu dan caraku berterima kasih pada Allah ku ? 
Pertemuan dengan orang orang asing kedua-ketiga-dan keempat. 
Pertemanan baik dengan salah satu orang asing hingga kini, dan menjadi lebih dari teman untuk temanku. Menarik bukan ? 

Bait kedelapan mulai datang ! Bait yang tak sabar ku sambut. 
untuk kunjungannya di akhir bulan, kunjunganku ke tempat impian, dan hadirnya si "putih" dalam hidup. 
Selamat untuk keputusanmu akan memilihnya. 
Maaf jika aku bukan orang yang tepat untuk bisa kau ceritakan. Karna aku terlalu muak untuk hal yang kau anggap biasa. 
Definisi baik dan buruk ? perkara apakah menutup aurat atau tidak ? hanya itu ? 
walau bungkus sudah terbuka, asal kini tertutupi kain di kepala, maka semua akan baik-baik saja ? 
Maka harusnya segel bukan harga yang harus dibayar mahal, bukan ? 
Tak apa, kau sudah memilih bukan ? aku akan selalu ada dipihak dimana bahagia akan selalu disampingmu. Maka berbahagialah. 
Namun maaf untuk pertengkaran hebat kita di lantai atas. Aku rasa ini yang pertama dan terakhir. 
Untukmu yang tak pernah aku lihat menitihkan air mata. Maat untuk hari itu. Terkutuklah aku jika hal itu datang kembali. 

ini masih tentang baik delapan yang teralalu padat, sepadat Jalanan jakarta pada hari kerja. 
Dimana Tuhan masih memeluk mimpi-mimpi hambanya. 
Terima kasih Tuhan, untuk banyak berkat yang kau berikan padaku. 
Tempat impian yang akhirnya aku singgahi. Walau datang tidak dengan dia atau dia. 
Namun tetap semenarik apa yang aku bayangkan. Pergi bersama mereka yang selalu memberi keceriaan disetiap detik yang berjalan. Maka, untuk gugusan pulai komodo yang mempesona... 
kutitipkan cerita dan rindu pada mereka yang menginginkannya pula, walau belum saat itu untuk mengunjungimu. Tapi percayalah, mereka mengagumimu dari jauh. 

Duapuluh satu hari pada bait kesembilan. 
Disinilah aku menulismu.
Bersama orang asing yang akhirnya menjadi teman duduk berhadapan untuk menyelesaikan apa yang seharusnya kami selesaikan. 
Aku dengan cerita bait bab ini, dia dengan tujuan hidup barunya. 
Baik ke 9, orang asing datang dari jauh. menarik untuk berkabar, tapi waktu belum mempertemukan. 
Yang akan sidang untuk hidup tahap dua nya, selamat berjuang ! doa terbaik untuk setiap usaha baik. 

maka, tunggulah saja bait-bait selanjutnya, tersisa empat. 
satu diantaranya menjadi yang kutunggu. Semoga baik. 














0 komentar:

Mengerti kata "cukup" dari sebuah pulau

5/22/2017 11:03:00 AM tridiyanti's 0 Comments

Sabtu-Minggu kemarin ada yang berbeda,
tak ku habiskan untuk berjalan-jalan di deretan keramaian ibu kota.
Aku dan kelima lainnya memutuskan untuk bertamasya keliling pulau.
Tidung namanya.

Tiga jam perjalanan dengan kapan tradisional ala kadarnya.Tapi justru pembelajaran pertama dimulai.
Di kapan kecil berlantai dua ini, semua orang duduk di lantai dan kursi yang sama.
Tak peduli bagaimana senin - jumatmu, tapi yang pasti disini, tak ada yang peduli apa pangkatmu

Beberapa jam selanjutnya tiba di Pulau yang tak terlalu kecil, dan tak terlalu besar rupanya.
Berkeliling dengan sepeda berkeranjang depan.
Awalanya aku kira sepeda hanya berlaku untuk para pendatang, namun ternyata sepeda menjadi salah satu moda transportasi disini.
Ku kira, jalana kecil berukuran tak lebih dari 2 meter hanya ada pada jalan menuju pantai, tapi ternyata aku salah. Semua jalanan di pulau ini memang berukuran hampir sama. Hanya cukup untuk satu bentor (becak motor) dan satu sepeda, atau motor maksimal.
Yah, kalian benar... tak ada mobil disini, angkot, apalagi bus.

Pulau kecil dengan rasa cukup yang teramat besar.
Cukup dengan berjalan kaki
Cukup dengan sepeda-sepeda berlalu lalang
Cukup dengan motor jika kamu ingin pergi dengan segera
atau Cukup dengan bentor jika perlu membawa barang atau pergi bersama orang tua.
Semua serba cukup, tak meminta untuk lebih.
Mereka merasa cukup dengan segala yang ada di tempatnya.

Lalu, sejenak aku berfikir,
letaknya tak jauh dari Ibu kota hanya 3 jam dengan kapal tradisional atau 1,5 jam dengan kapal cepat
tapi cara hidup mereka yang teramat berbeda.
Tak anda ambisi untuk membuat rumah dengan puluahan miliyar, tak perlu bermimpi mempunyai kolam renang di belakang rumah, tak perlu berusah hati untuk mrmikirkan cicilan mobil, toh.. semua ini tak diperlukan di sini.

Bekerja yang baik selayaknya manusia harus bekerja
Berdoa yang baik sebalayaknya manusia diciptakan
Bersyukur dengan baik selayaknya manusia diwajibkan

Maka, terima kasih Tidung.
Tak hanya lautmu yang bening, cara hidupmu mun mencerahkan hati yang gunda gulana karna obsesi materi.



 Tidung 20-21 Mei 2017

0 komentar:

Bait-bait yang terlewatkan

5/03/2017 04:48:00 PM tridiyanti's 0 Comments

Kemudian datang lagi.
Dengan telah melewati banyak hari
Banyak bulan
Banyak bait yang tak sempat ku tuangkan.
Mari merangkai kembali
dengan usaha untuk jujur pada setiap katanya.

Setelah rangkaian minggu-minggu berat, setelah terbiasa dengan ritme yang ku atur kembali, dan setelah melewati lembaran-lembaran kertas yang berakhir di meja juri.
Sampailah di mana keputusan harus diambil, pulang atau tetap di sini (yang sekarang menjadi di sana). 
Sempat terbersit akan dikunjungi oleh orang-orang tersayang, persiapan sudah menjadi siap. Hingga akhirnya berita itu datang, dimana rencana hanya menjadi wacana, dan tak pernah menjadi nyata. 
Maka, setelah pertimbangan yang terlalu berat untuk ku putuskan sendiri, maka aku bergerak  pulang dengan sendiri, dan sendirinya. Ditemani dengan tas ransel penuh sesak berisi barang rongsok yang ku paksakan masuk demi untuk berjaga-jaga menjadi obat jika tiba-tiba rindu akan kota itu datang. 

Maka di hari ke dua puluh dua di bulan ke delapan di tahun ke empat aku di negri itu, aku melangkah pulang. Pulang ke tempat yang mungkin seharusnya aku kembali setelah perjalanan panjang ini. 

Kepulangan menjadi hal yang aku rindukan. Untuk pertama kalinya melihat kembali kota itu. Kota dimana aku menghabiskan masa SMP dan SMA ku. Pulang menjadi hal yang terberat, namun melegakan. 
Dan akhirnya aku datang untuk pertama kalinya ke kedai kopi bernama pulang. Hasil karya dari manusia yang berprinsip bahwa semua harus pulang, termasuk dia, aku, dan orang-orang. Tapi sayang sungguh disayang, sesaat ketika tiba disana, aku tak merasakan aku pulang. Mungkin aku yang canggung melihat semua tak lagi sama ketika aku pulang. Terlalu banyak improvisasi sana sini hingga aku tak mengenali tempat ini, dan mereka yang ada dibaliknya. Yah aku tahu, sepertinya ini hanya rasa canggung sesaat. Atau mereka yang tak terbiasa melihat aku kini.

Kepulangan akhirnya mengantarkanku kembali ke tempat itu lagi, kampus yang nun jauh di sana. Dan untuk kedua kalinya dalam hidup aku menginjakan kaki di sana. Kali ini untuk melihat dia yang akhirnya berbahagia dengan toga wisuda. Ya, benar aku hanya melihatnya bukan menemuinya, karena itu mungkin yang terbaik, agar tak ada pihak-pihak yang harus merasa senang atau bersedih untuk itu. Maka cukup ku ucapkan melalu tanda yang kutinggalkan disana, dan doa yang sudah terbang ke atas sejak pagi datang. 

Setelah hari-hari pertama kedua, ketiga, keempat, aku kemudian memutuskan untuk menyusun hidup kembali. Mencoba peruntungan hidup di ibu kota. Dan ternyata ibu kota masih memeluk erat anak bungsunya. Aku mendapatkan rumah baru di satu bulan selanjutnya. Tempat dimana 9 jam perhari, 5 hari dalam seminggu aku berlabuh. Di jalan yang tersohor disetiap telinga penduduknya, M.H. Thamrin. kembali ke "rumah" lama, tempat aku pernah menimba ilmu mengenal Prancis. 

Bulan kesebelas di tahun lalu pun akhirnya datang lagi. 
Yang berbeda adalah, pada bulan ini aku tak meninggalkan apa-apa di blog ini, bahkan untuk mengucapkan : selamat menempuh umur baru. Biarlah semua aku simpan di kepala. tapi ternyata, ingatanku semakin melemah, takut jika sampai pada saatnya aku tak lagi bisa mengingat, maka kuputuskan menulis apa yang perlu diingat. Maka pada bait ini akan aku ceritakan sedikit : Pada hari ke tiga belas di bulan ini, ternyata aku tidak di negeriku sendiri. Angin tugas membawa ku untuk ke negeri sebrang, yang katanya metropolitan dan maju bukan main. Terbang bersama sahabat baik sekaligus tetangga baik beserta keluarga. Melewati malam 13 dengan berjalan di sepanjang pinggir sungai, tanpa perayaan, cukup doa dari hati masing-masing. Maka begitulah tanggal 13 itu berlalu. Tak banyak yang istimewa, jauh lebih sendiri dari pada di perantauan. Tapi tak terlalu pahit untuk dikatakan pahit.

Maka, mari kita masuk ke bait selanjutnya, bulan terakhir, bulan penentu. 

(tapi mari kita lanjutkan hari esok.. karna aku harus sudah meninggalkan tempat ini..) 

Maka tahun terberat dalam hidup pun akan segera berakhir, Mengakumulasikan apa saja yang pernah dilewati. Tahun terpanjang dalam hidup, tahun jungkir balik, dan tahun mengikhlaskan.
Tapi siapa disangka, di akhir tahun justru kuntum bunga itu mekar kembali. Sapaan singkat mengawalinya. Obrolan ringan makan siang dan jalan menuju rumah, Namun ternyata itu hanya cukup menjadi pemanis akhir tahun saja. Karena pada bulan pertama di tahun baru, semua menjadi baru. Termasuk semua yang ala kadarnya ini, namun cukup manis untuk membuat tersenyum. Maka terima kasih sudah sempat singgah walau sebentar.

Selamat tahun baru !
Semoga dua ribu tujuh belas semakin tahu arah tujuan di hidup yang baru.
Malam pergantian tahun berlalu di kota sungai, malam sebelumnya terlalu bising untuk meributkan hal-hal tentang ego. Maka di awal ini, ku putuskan untuk membuatnya menjadi baik-baik saja. Datang ke kedai kopi itu kembali, bercampur bersama mereka yang setengahnya tak benar-benar aku kenal. Menghabiskan beberapa menit pertama hanya dengan duduk di kursi bertemankan ponsel dan kabel pengisi batrainya, terlihat sibuk walau itu hanya upaya menyibukan diri. Dan puluhan menit selanjutkan ku habiskan dengan menengadahkan kepala pada langit yang betaburan cahaya api warna-warni. Bersyukur lokasinya yang tak jauh dari hotel yang hingar bingar, maka aku ikut merasakan kemeriahan yang ada di atas sana. kilatan cahaya yang lama-lama menghilang di langit malam menyisakan asap. menguap dan pergi. Seperti percakapan kami yang ikut menguap pergi terlalu jauh, kemudian menghilang sama sekali. Maka ini kembang api pertamaku setelah pulang, dan pertama bersama mereka dan dia.

Maka bulan kedua yang katanya bulan penuh kasing sayang, ku lewati begitu saja tanpa hal-hal yang terlalu penting untuk diingat. Hanya sedikit catatan kecil, menerima sapaan dari yang asing "Hy" ujarnya kali pertama.

Dreams come true. Ini bait yang paling tak sabar ku ceritakan. Sekian lama mengagumi mereka lewat musik dan lirik yang kerap kali tertinggal di kepala, akhirnya bisa merasakan langsung gegap gempitanya ruangan itu disihir oleh lantunan mereka. Coldplay di akhir bulan ketiga. Pergi ke negeri dengan patung singa putih bersama dia yang selalu membahagiakan, dan selalu meninggalkan rasa kesal setelahnya. tapi itulah dia, pahit dan manis di gelas yang sama, panas dan dingin bercampur, affogato.

Maka perbatasan bait ke tiga dan ke empat di tahun ini menyenangkan, dan mengesalkan pastinya.
Tempat itu bukan kali pertamanya aku singgah. Namun, menjadi tour guide untuknya sudah kubayangkan sejak sebelum benar-benar pulang ke negeri. Menunjukan tempat yang pernah aku kunjungi sendirian di malam terakhir di negeri itu tahun lalu. Menceritakan beberapa hal yang belum sempat ku kabarkan. Aku merasa menjadi pilot untuk perjalana ini, tapi tetap merasa punya nahkoda yang dapat ku andalkan. Dan ibu kota terasa berbeda di bulan ini. Untuk pertama kalinya ada yang menungguku pulang, sekaligus menjemput. Maka aku berterima kasih untuk hal-hal baik, dan pada yang buruk namun tetap terasa baik.

Maka inilah bait-bait yang terlewatkan dan tak sempat aku sampaikan. Ku ceritakan kembali pada singkatnya kata dan samarnya arti. Hati-hati untuk mengartikan banyak ketidak pastian. Maka lebih baik bertanya dari pada sesat di jalan.

Terima kasih untuk manusia-manusia baik yang hilir mudik dibanyaknya waktu bersama.
Semoga pertemuan, perjumpaan, percakapan, dan semua yang pernah ada dapat berkesan walau tak begitu berkilauan.

Selamat pagi baik ke lima ! bersahabatlah














0 komentar: